Ratusan warga Dusun Keditan, Desa Pogalan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang bersama kelompok kesenian prajuritan atau campur bawur menjalani tradisi setiap 5 Syawal yang dalam tahun ini bertepatan pada hari Minggu, di sumber air Tlompak Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis.
Jarak antara Dusun Keditan dan Gejayan sekitar tujuh kilometer.
Sejak awal puasa Ramadhan lalu, warga Dusun Gejayan yang juga salah satu basis seniman petani Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang melakukan berbagai persiapan untuk warga Keditan melakukan tradisi Sungkem Tlompak.
Mereka bergotong-royong antara lain membersihkan sumber air Tlompak, sekitar 400 meter dari Dusun Gejayan, membuat berbagai instalasi seni pertanian dengan berbagai bahan alam dan membuat panggung pementasan kesenian rakyat yang eksotis menggunakan bahan alam di halaman rumah juru kunci Tlompak, Alip.
Sekitar 20 kesenian tradisional dari berbagai dusun di kawasan barat Gunung Merbabu dipentaskan dalam rangkaian tradisi Sungkem Tlompak di daerah itu.
Tradisi Sungkem Tlompak membuat desa menjadi ramai sepanjang siang hingga malam hari. Berbagai kesenian dari dusun-dusun di kawasan itu yang dipentaskan di panggung di halaman rumah juru kunci Tlompak, antara lain tarian campur bawur, gedruk, topeng ireng, sesonderan, makani barongan, geculan bocah, soreng, brondut, dan mondolan.
"Kami melaksanakan tradisi ini sebagai kebaikan yang mempersatukan, membuat warga tetap guyub," kata Sujak ketika berpidato dalam bahasa Jawa di hadapan massa di halaman rumah juru kunci Tlompak, Alip.
Ia menyebut masyarakat kawasan setempat menjalani tradisi Sungkem Tlompak sebagai pelestarian warisan leluhur, terutama terkait dengan penguatan kerukunan antarwarga dan pelestarian sumber air sebagai sarana penting kehidupan sehari-hari mereka, terutama untuk pertanian.
Warga, ucap dia, pada kesempatan itu juga berdoa kepada Tuhan supaya selalu terbebas dari musibah, beroleh kesehatan, anak-anak bersekolah dengan baik, masyarakat lancar dalam mencari penghidupan sehari-hari, hidup tenteram, dan damai.
Kepala Dusun Gejayan Sulis Prasetyo yang bersama sesepuh warga lainnya mengenakan pakaian adat Jawa, menyambut kedatangan sekitar 250 warga Keditan yang menjalani tradisi tersebut di sumber air Tlompak.
"Kami warga Gejayan menyambut kedatangan warga Keditan untuk tradisi Tlompak, semoga doa dan harapan warga mendapatkan rida dari Allah SWT, warga beroleh keselamatan dan hidup tenteram," ujar dia.
Dengan dipimpin juru kunci Tlompak, Alip, warga bersama kelompok kesenian rakyat, Prajuritan Jayabudaya Dusun Keditan, kemudian melakukan perarakan menuju sumber air.
Dalam kirab tersebut, Alip dengan didampingi sejumlah sesepuh warga Gejayan, membawa berbagai sesaji untuk persyaratan menjalani tradisi Sungkem Tlompak.
Di sumber air Tlompak, warga duduk bersila, sedangkan para sesepuh meletakkan berbagai sesaji di tempat itu. Alip kemudian menaburkan bunga mawar, membakar kemenyan, dan mengucapkan doa selama beberapa saat.
Para warga kemudian antre mengambil air menggunakan plastik dari sumber setempat untuk dibawa pulang ke rumah masing-masing, sedangkan para penari menyuguhkan tarian prajuritan di sumber Tlompak selama beberapa saat.
Konon, tradisi itu bermula dari paceklik di Dusun Keditan pada masa lalu. Sejumlah sesepuh dusun kemudian tirakat di sumber air Tlompak dan mendapatkan bisikan dari pepunden (penunggu) tempat itu yang dikenal sebagai Kiai Singo Barong yang intinya warga wajib melakukan Sungkem Tlompak setiap 5 Syawal. Jika pada tanggal itu bertepatan dengan Hari Jumat atau Senin Legi, maka tradisi itu dijalani warga bertepatan dengan 6 Syawal.
Sejak beberapa tahun terakhir, para seniman petani yang tergabung dalam Padepokan Warga Budaya Gejayan pimpinan Riyadi, mengembangkan Sungkem Tlompak selain sebagai tradisi pelestarian sumbar air, juga ajang halalbihalal atau silaturahim warga setiap Syawal dan keramaian desa di kawasan Gunung Merbabu itu.
Hadir pada tradisi Sungkem Tlompak 2019, selain warga dari berbagai dusun di kawasan itu, juga para seniman, pemerhati seni, budayawan dari sejumlah tempat, baik di Magelang maupun luar daerah itu.
Pewarta: M. Hari Atmoko
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019