Banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, likuefaksi, gunung meletus, kecelakaan di darat maupun di laut, di udara, harus membangkitkan kesadaran kita untuk merefleksi semua cobaan yang terjadiPalu (ANTARA) - Ribuan korban di lokasi/shelter pengungsian melaksanakan shalat Idul Fitri 1440 Hijriah di stadion mini dekat lokasi eks-likuefaksi Kelurahan Petobo Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Rabu.
Pelaksanaan shalat Idul Fitri berlangsung di lapangan terbuka, menjadi shalat Id pertama bagi korban gempa dan likuefaksi Petobo pascabencana 28 September 2018.
Pelaksanaan shalat di mulai sekitar pukul 07.00 Wita dan selesai seluruh rangkaian ibadah tersebut sekitar pukul 08.05 Wita.
Imam Besar Masjid Raya Baiturrahim Kota Palu, KH Husen Habibu bertindak sebagai khatib. Shalat Id di hadiri oleh Wali Kota Palu, Hidayat beserta forum komunikasi pimpinan daerah setempat.
Husen Habibu dalam khutbahnya mengemukakan bahwa semua bencana yang terjadi harus menjadi bahan demi membangkitkan semangat refleksi diri.
"Banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, likuefaksi, gunung meletus, kecelakaan di darat maupun di laut, di udara, harus membangkitkan kesadaran kita untuk merefleksi semua cobaan yang terjadi," ucap Husen Habibu.
Ia menyampaikan bencana yang terjadi tidak terlepas dari takdir dan kehendak Allah SWT, sebagainya yang telah tertulis di lauhil mahfudz.
Khatib mengingatkan jamaah bahwa semua menjadi saksi atas peristiwa 28 September 2018 lalu. Di saat hendak memasuki waktu pergantian siang dan malam, Allah mengirimkan cobaan yang amat dahsyat.
Gempa bumi, tsunami dan likuefaksi melululantahkan Kota Palu, Donggala Sigi dan sebagian Parigi Moutong. Seketika suasana berubah, tawa menjadi tangis.
Suami kehilangan istri, istri kehilangan suami, bapak kehilangan anak, anak kehilangan orang tua. Disana sini terdengar teriakan minta tolong.
Bumi berputar mengguncang, seakan marah mencekam. Namun, itu semua telah di gariskan oleh Allah SWT , sebagaimana takdir yang tidak dapat dielakkan, dan pasti akan terjadi pada hari itu.
"Kita menyadari ketidakberdayaan ini, sebagai manusia, hamba yang benar-benar lemah, tidak punya kemampuan untuk menolak bencana yang terjadi saat itu," ucap Husen Habibu.
Tidak ada seorang-pun manusia yang menginginkan bencana itu terjadi, tidak ada seorang-pun manusia yang bercita-cita meringankan dunia ini dalam keadaan menderita.
Usai khatib menyampaikan khutbah. Imam, khatib, dan seluruh jamaah saling berjabat tangan memohon maaf antarsatu sama lain.
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019