"Akan dilakukan kajian khusus mengenai hal ini, kita akan pertemukan semua pihak terkait lainnya," saat pertemuan dengan Ikatan Pejabat Pembuat Akte Tanah (IPPAT) Kota Makassar dengan Bapenda di Balai Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa.
PPAT Kota Makassar merasa belum menerima kejelasan tentang NJOP yang dinilai tidak jelas sehingga perlu keterangan dari Bapenda Kota Makassar tentang kebijakan itu.
Menurutnya, kebijakan ini akan dikonsultasikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memutuskan dimana titik masalahnya termasuk mengelar pertemuan dengan pihak PPAT, Bapenda dan pengembang perumahan.
"Akan dipertemukan lagi, baik Dispenda maupun PPAT untuk membahas lebih jelas serta tergantung pada keputusan KPK sebagai pengambil kebijakan," ujarnya.
Sementara Kepala Bapenda Irwan Adnan pada kesempatan itu menyatakan, kebijakan ini sebagai bagian dari pembenahan dalam menuntaskan persoalan pajak tanah dan bangunan serta perolehan pendapatan khususnya mengenai validasi yang sudah dilakukan dalam transaksi NJOP.
Mengenai data-data terkait dengan perhitungan NJOP, kata dia, sudah sesuai dengan perencanaan sebab selama ini penerimaan pajak banyak kebocoran, tentunya dengan perubahan dalam kebijakan itu akan lebih kepada maksimalnya pemasukan pendapatan ke kas negara.
"Untuk data-datanya, kita akan perlihatkan harga sesuai dengan zonasi yang sudah dibuat. Silahkan datang ke kantor nanti kami perlihatkan secara rinci," ungkap Irwan.
Ia menambahkan apapun keputusan yang diterapkan nantinya untuk sementara pembayaran bagi wajib pajak dibebankan sebesar sepertiga dari NJOP.
Sebelumnya, Bapenda Kota Makassar tahun 2019 menargetkan pertumbuhan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di angka 10 persen. Guna mencapai targetm Bapenda mengeluarkan kebijakan tentang indikator pembayaran pajak dari NJOP menjadi ZNT.
Meski demikian sejumlah pengembang merasa keberatan salah satunya Presiden Direktur IMB Group, Andi Rahmat Manggabarani. Dia mengatakan kebijakan ini belum jelas dan tidak ada Petunjuk Teknis (Juknis) tetang ZNT.
"Tadinya kita mau bayar, tapi ditahan dulu. Belum ditentukan bagaimana pembagian zonanya. Jadi, sebelum zona dibagi dan diberlakukan, maka semua pengajuan BPHTB disetop sebelum ada kejelasan. Bila dihitung-hitung ada kenaikan 400 persen, jelas ini merugikan pengembang," bebernya.
Marketing Manager CitraLand Tallasa City, Sonya Lasut menambahkan, saat ini iklim investasi properti sedang lesu dan semakin sulit, ditambah lagi perubahan indikator pembayaran.
Pihaknya berharap pemerintah harus mempertimbangkan segala sesuatunya dalam pengambilan kebijakan, sebab tidak semua pembangunan dilakukan pemerintah tapi ada didalamya pihak swasta yang ikut andil membangun kota.
Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019