Jika masyarakat percaya, potensi zakat akan tumbuh dan mampu menjawab berbagai persoalan sosial yang ada.Kota Bengkulu (ANTARA) - Presiden Prabowo Subianto bersama jajaran Kabinet Merah Putih, di Istana Negara, Kamis (27/3/2025), pada penghujung bulan Ramadhan 1447 H, menunjukkan komitmen membangun budaya kedermawanan nasional dengan menunaikan zakat melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Lebih dari sekadar simbol, penyerahan zakat ini menjadi pesan kuat bahwa zakat bukan hanya ibadah personal, melainkan juga instrumen sosial yang mampu mendorong keadilan dan solidaritas antarwarga.
Dalam acara yang turut dihadiri Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tersebut, Presiden Prabowo didampingi Ketua Baznas RI Noor Achmad. Kepala negara menyampaikan pesan moral dan spiritual bahwa zakat adalah bentuk nyata gotong royong serta sarana memperdalam rasa syukur kepada Allah SWT.
Kepala negara menekankan pentingnya peran zakat dalam membantu masyarakat yang masih menghadapi kesulitan hidup. Ia mengatakan banyak saudara sebangsa yang berjuang memenuhi kebutuhan hidup dan mengatasi kondisi yang kurang baik.
Menurut dia, zakat adalah cerminan semangat gotong royong, cara umat berbagi, menolong yang membutuhkan, dan mewujudkan keadilan sosial.
"Marilah kita berdoa buat mereka, marilah kita mengulurkan tangan buat mereka. Salah satunya adalah dengan berzakat, berinfak, dan bersedekah," kata Prabowo.
Baca juga: Prabowo dan jajaran kabinet Merah Putih serahkan zakat melalui Baznas
Potensi Besar Zakat
Presiden juga menyoroti besarnya potensi zakat di Indonesia yang mencapai Rp327 triliun. Namun, realisasi pengumpulannya baru sekitar Rp41 triliun. Ia menekankan, jika dikelola optimal, zakat bahkan bisa menjadi solusi untuk menghapus kemiskinan ekstrem hanya dengan dana Rp30 triliun.
Sementara itu, Ketua Baznas RI Noor Achmad menambahkan kesadaran masyarakat terhadap zakat terus meningkat. Jumlah muzaki tumbuh dari 10 juta orang pada 2021 menjadi lebih dari 28 juta pada 2024. Tahun ini, Baznas menargetkan penghimpunan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) nasional sebesar Rp41 triliun.
“Masyarakat Indonesia luar biasa. Mereka tidak hanya menyimpan harta, tapi juga membaginya untuk membantu sesama,” kata Noor.
Peneliti Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) Muhammad Anwar menilai langkah Presiden dan Wakil Presiden tersebut memiliki dampak moral yang besar. Keteladanan dari pemimpin negara merupakan syiar positif yang mampu mendorong masyarakat untuk lebih percaya pada lembaga filantropi dan aktif berzakat.
Di sisi lain, zakat juga memiliki dimensi ekonomi yang signifikan. Di tengah tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat kelas menengah ke bawah, zakat bisa menjadi bantalan yang meringankan beban mereka, terutama menjelang dan saat Idul Fitri.
Baca juga: Baznas RI berdayakan santri untuk ciptakan ekonomi desa berkelanjutan
Zakat Jadi Budaya
Anwar melihat besarnya tekanan ekonomi kelas menengah bawah membuat masyarakat menahan pengeluaran. Diperlukan stimulus agar ekonomi kembali bergairah dan dana filantropi Islam khususnya zakat, infak dan sedekah bisa mengambil peran tersebut.
"Diperlukan bantalan ekonomi bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dan zakat bisa menjadi salah satu opsi untuk menggerakkan ekonomi serta menjadi alternatif untuk membantu perekonomian masyarakat bawah menjelang lebaran tahun ini," kata Anwar.
Pandangan ini sejalan dengan temuan survei IDEAS terhadap 1.233 responden di 30 provinsi yang bertajuk Potret Kedermawanan Masyarakat Muslim Indonesia. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar donatur muslim di Indonesia merupakan Donatur Religius (39,01 persen) dan Donatur Skeptis yang kritis terkait penyaluran dananya (23,53 persen).
Selebihnya merupakan Donatur Kedekatan (12,57 persen) yang berdonasi karena kedekatan dengan latar belakang asal atau ormas, Donatur Investor (12,25 persen) yang berdonasi karena dianggap menguntungkan, Donatur Balas Budi (6,41 persen) yang ingin membantu karena pernah dibantu, dan Donatur Sosialita (6,24 persen) yang berdonasi karena teman pergaulan.
"Dari survei tersebut, kami menemukan spirit religius menjadi faktor pendorong utama masyarakat muslim Indonesia dalam melakukan donasi, dan pada bulan Ramadan spirit itu terakumulasi menjadi aktivitas kebaikan untuk membantu sesama," kata Anwar.
Survei ini juga mengungkap bahwa sebagian besar donatur mengalokasikan dana di kisaran Rp50 ribu-Rp100 ribu per bulan (28,61 persen), diikuti oleh donasi di bawah Rp50 ribu (22,59 persen) dan Rp100 ribu-Rp200 ribu (22,29 persen). Hanya sekitar 15 persen yang berdonasi lebih dari Rp300 ribu per bulan.
"Kedermawanan tidak hanya menjadi ciri khas kelas atas, tetapi juga dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat, termasuk kelas menengah dan bawah," kata Anwar.
Tantangan Kepercayaan Pengelolaan
Meski potensi zakat besar, tantangan yang dihadapi sektor filantropi masih signifikan. Salah satunya adalah preferensi masyarakat dalam menyalurkan dana secara langsung ke penerima, masjid, atau kanal informal. Hanya sekitar 30 persen yang mempercayakan zakatnya secara pemberian formal pada lembaga resmi seperti Baznas atau lembaga amil zakat (LAZ).
“Kita butuh migrasi dari 'informal giving' (pemberian informal) ke 'formal giving' (pemberian formal) agar pengelolaan zakat lebih terarah dan berdampak,” kata Anwar.
Dalam hal tersebut, Anwar mengapresiasi langkah Presiden yang memilih menyalurkan zakat melalui lembaga filantropi. Ia menilai tindakan tersebut sebagai langkah positif yang dapat menjadi teladan bagi masyarakat untuk turut berdonasi secara formal giving melalui lembaga resmi serupa.
Untuk mengoptimalkan peran dan manfaat filantropi Islam, kata dia, perlu ada pergeseran dari pemberian donasi secara informal ke jalur formal. Presiden beserta para pejabat negara telah memberikan contoh.
Meski demikian, ia menekankan bahwa tindakan simbolis saja belum cukup. Diperlukan kebijakan yang menyeluruh dan upaya menjaga kepercayaan publik agar sektor filantropi dapat tumbuh lebih kuat dan mampu menjawab tantangan sosial di Tanah Air.
Untuk itu, kata dia, diperlukan upaya berkelanjutan dari pemerintah dan lembaga filantropi untuk membangun sistem yang transparan, akuntabel, dan terpercaya. Regulasi yang mendukung dan sistem pelaporan yang jelas akan memperkuat iklim zakat yang sehat.
“Kepercayaan adalah kunci. Jika masyarakat percaya, potensi zakat akan tumbuh dan mampu menjawab berbagai persoalan sosial yang ada,” kata Anwar.
Baca juga: Sebanyak 850 guru dan marbot ikut kegiatan mudik gratis bersama Baznas
Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025