Menariknya, ucapan yang kini menjadi tradisi di Tanah Air ini ternyata pertama kali diucapkan oleh masyarakat Madinah setelah sebuah peristiwa besar terjadi. Peristiwa tersebut berkaitan dengan kemenangan umat Islam dalam sebuah peperangan, di mana mereka kembali dalam keadaan selamat dan berjaya.
Sejak saat itu, ungkapan "minal aidin wal faizin", yang berarti "termasuk orang-orang yang kembali (ke fitrah) dan meraih kemenangan," mulai digunakan sebagai doa dan harapan baik, khususnya saat Idul Fitri.
Seiring waktu, ungkapan ini semakin populer di berbagai negara, terutama di Indonesia, meskipun sebenarnya bukan bagian dari salam resmi dalam bahasa Arab. Untuk lebih lanjut, berikut adalah asal-usul ungkapan “minal aidin wal faizin" yang telah dilansir dari berbagai sumber.
Baca juga: Kumpulan doa di Hari Raya Idul Fitri yang dianjurkan untuk diamalkan
Asal-usul ungkapan “minal aidin wal faizin”
Ungkapan "minal aidin wal faizin" memiliki sejarah panjang yang berkaitan dengan Perang Badar, yaitu pertempuran antara umat Islam dan kaum Quraisy. Berdasarkan berbagai sumber, Idul Fitri pertama kali dirayakan pada tahun 624 Masehi atau tahun kedua Hijriah, yang bertepatan dengan berakhirnya Perang Badar.
Perang Badar sendiri terjadi pada 17 Ramadhan, di mana pasukan Rasulullah SAW berjumlah jauh lebih sedikit dibandingkan pasukan Quraisy. Kaum Muslimin hanya berjumlah 313 orang, sedangkan musuh mencapai 1.000 orang. Namun, dengan pertolongan dan perlindungan Allah SWT, umat Islam berhasil meraih kemenangan.
Kemenangan ini kemudian dirayakan secara besar-besaran sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. Dari peristiwa inilah muncul ungkapan "minal aidin wal faizin", yang dalam versi lengkapnya berbunyi "Allahummaj ‘alna minal ‘aidin wal faizin", yang berarti "Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang kembali (dari Perang Badar) dan memperoleh kemenangan."
Pada perayaan Idul Fitri pertama ini, umat Islam merayakan dua kemenangan sekaligus. Pertama, keberhasilan menuntaskan ibadah puasa selama bulan Ramadhan, yang mengajarkan kesabaran dan pengendalian diri. Kedua, kemenangan dalam Perang Badar yang menjadi tonggak penting dalam sejarah Islam.
Perang Badar merupakan salah satu peristiwa besar yang terjadi pada bulan Ramadhan di masa awal perkembangan Islam. Bagi kaum Muslimin, Ramadhan bukan sekadar bulan suci, tetapi juga waktu untuk menempa diri dengan menahan lapar, haus, serta mengendalikan emosi. Nabi Muhammad SAW pun bersabda dalam hadis-nya: “Sesungguhnya Allah mengganti kedua hari raya itu dengan hari raya yang lebih baik, yakni Idul Fitri dan Idul Adha.”
Baik masyarakat Madinah maupun masyarakat Indonesia memiliki kesamaan dalam mengucapkan "minal aidin wal faizin", yaitu sebagai ungkapan kegembiraan. Perbedaan-nya terletak pada makna di balik kebahagiaan tersebut.
Bagi masyarakat Madinah saat itu, ungkapan ini menggambarkan kemenangan dalam perang fisik, sementara bagi masyarakat Indonesia, lebih dimaknai sebagai kemenangan dalam menahan hawa nafsu selama bulan Ramadhan. Meski konteksnya berbeda, sebagian besar masyarakat Indonesia tetap menganggap bahwa mengucapkan kalimat tersebut tidaklah keliru.
Baca juga: Panduan amalan sunnah di Hari Raya Idul Fitri, lengkap dengan dalilnya
Sumber lainnya dari sejarah ucapan “minal aidin wal faizin”
Beberapa sumber lain menyebutkan bahwa ungkapan "minal aidin wal faizin" berasal dari syair yang berkembang pada masa Al-Andalus (wilayah yang kini mencakup Spanyol dan Portugal). Syair ini dikatakan ditulis oleh Shafiyuddin Al-Huli.
Dalam kitab Dawawin Asy-Syi’ri al-Arabi ala Marri Al-Ushur (jilid 19, halaman 182), ungkapan tersebut disebutkan sebagai bagian dari nyanyian yang biasa dinyanyikan oleh para perempuan saat merayakan hari raya.
Syair tersebut menggambarkan kegembiraan dan doa bagi sesama agar termasuk dalam golongan orang-orang yang kembali dalam keadaan suci dan meraih kemenangan.
Ucapan ini kemudian berkembang dan digunakan dalam berbagai tradisi perayaan Idul Fitri, termasuk di Indonesia. Meskipun memiliki asal-usul berbeda, maknanya tetap mencerminkan harapan akan kebahagiaan, kesucian, serta keberkahan bagi umat Muslim yang merayakannya.
Baca juga: Gibran rencana shalat Idul Fitri di Jakarta dan sungkem dengan Prabowo
Baca juga: Amalan puasa sunnah Syawal: Keutamaan dan perolehan manfaatnya
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025