Penerapan keuangan berkelanjutan tetap akan berjalan, katanya, sekalipun saat ini tantangan global bertambah tidak hanya dari pandemi tapi juga perang di Ukraina.
"Sebenarnya G20 dan G7, di tengah perang di Ukraina dan harga-harga naik termasuk energi, dorongan untuk agenda keuangan berkelanjutan dan juga lebih khusus pada transisi di bidang keuangan semakin kuat," katanya dalam CSIS Global Dialogue 2022, Kamis.
Menurutnya, krisis justru mendorong negara-negara G20 terutama G7 di Eropa untuk mengalokasikan dana berkelanjutan guna mempercepat transisi energi.
Pasalnya negara-negara di Eropa terpukul oleh kenaikan harga energi akibat perang di Ukraina, misalnya Jerman yang ingin mempercepat transisi dari penggunaan energi berbahan bakar fokus ke energi yang lebih hijau.
"Dan ini merupakan perkembangan yang sangat baik dalam kelompok kerja keuangan berkelanjutan G20," katanya.
Pembahasan Keuangan Berkelanjutan saat ini dipimpin oleh Amerika Serikat dan China yang sedang membahas tentang pendanaan berkelanjutan untuk negara sendiri dan negara berkembang.
Adapun saat ini sekitar 68 persen dari sumber listrik Indonesia dan kebanyakan negara Asia masih berasal dari energi berbasis batubara.
"Tetapi sekali lagi, transisi dari bahan bakar fosil ke energi yang lebih hijau sangat penting. Tidak hanya dalam jangka panjang saja, dalam jangka menengah justru mesti dipercepat mulai hari ini," katanya.
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022