Macam-macam tradisi itu terealisasikan dalam bentuk ziarah kubur, makan bersama, hingga mandi bersama itu perlu dipertahankan, asal tak melenceng dari kaidah fikih.Jakarta (ANTARA) - Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PBNU Mahbub Maafi mengatakan jelang bulan suci Ramadhan masyarakat Indonesia memiliki beragam tradisi yang hakikatnya baik dan perlu dilestarikan.
Macam-macam tradisi itu terealisasikan dalam bentuk ziarah kubur, makan bersama, hingga mandi bersama itu perlu dipertahankan, asal tak melenceng dari kaidah fikih.
"Sebenarnya itu tradisi yah, tradisi penghormatan terhadap bulan Ramadhan. Sebetulnya tidak ada masalah, hanya itu tradisi saja. Maka dikatakan, kita itu tidak usah menyelisihi atau keluar dari tradisi yang biasa dilakukan oleh orang sepanjang itu bukan sesuatu yang diharamkan," ujar Mahbub Maafi saat dihubungi, Sabtu.
Secara hakekat, tradisi ziarah sangat baik yakni mendoakan seseorang/keluarga/kerabat yang telah meninggal. Juga menjadi pengingat akan hadirnya kematian.
"Orang berziarah kubur itu ga ada masalah, di mana dia ingat dalam kerangka untuk mengingat kematian, berdzikir ingat Allah itu bukan hal yang salah. Karena prinsip dasarnya kita ga usah menentang suatu tradisi sepanjang tradisi itu bukan yang diharamkan," kata dia.
Baca juga: Corona hentikan tradisi menyambut Ramadhan di Lembah Baliem
Juga kegiatan makan bersama atau dalam istilah masyarakat Sunda disebut "Munggahan". Munggahan berarti makan bersama jelang Ramadhan. Selain itu, masyarakat juga silih memberikan makanan yang telah diolahnya ke saudara dan tetangga.
Istilah Munggah ini memiliki perbedaan nama di tiap-tiap daerah. Aceh misalnya dikenal dengan istilah Meugang, Betawi dengan Nyorognya, Megibung di Karangasem, Bali, dan sejumlah istilah lainnya.
Menurut Ustadz Mahbub, tradisi-tradisi semacam ini harus dipertahankan bahkan dilestralikan karena pada dasarnya mengandung pesan kebaikan; saling berbagi, saling merasakan, dan saling membantu.
"Sebenarnya mengirim sedekah ke sini, ngirim sedekah ke sana, ke rumah saudara atau tetangga menjelang bulan Ramadhan itu sesuatu hal yang baik. Siapa tahu tetangga atau keluarga yang mau berpuasa bekalnya kurang. Itu kan ga ada masalah, dan itu menurut saya perlu dilestralikan karena itu sesuatu tradisi yang baik, mungkin tidak ditemukan (di negara lain)," kata dia.
Ustadz Mahbub menjelaskan bahwa janganlah keluar dari kebiasaan manusia/masyarakat (adat-istiadat) kecuali yang diharamkan. Dia menekankan tidak perlu bagi seseorang untuk menentang tradisi yang dilakukan masyarakat lokal .
Baca juga: Boyolali tiadakan upacara padusan menjelang Ramadhan
Begitu pula dengan mandi, Mahbub mengatakan ragam mandi yang terdapat di Indonesia guna menyambut Ramadhan adalah tradisi lokal yang baik. Sebab mandi sendiri dalam Islam merupakan sebuah kebaikan karena terdapat unsur kebersihan di dalamnya.
"Jika tujuannya untuk menghormati bulan suci Ramadhan, maka tentunya kegiatan tersebut dinilai boleh-boleh saja dilakukan," kata Mahbub.
Namun yang perlu digarisbawahi, tradisi yang baik tersebut bisa saja tidak boleh dilakukan apabila di dalamnya mengandung kerusakan atau beresiko merusak ibadah lainnya.
"Contohnya apabila menyakralkan suatu tempat mandi tertentu yang berisiko syirik, atau mandi bersama antara laki-laki dengan perempuan dalam satu tempat, itu tidak boleh dan dilarang," kata dia.
Baca juga: Kenduri Nuzulul Quran di tengah pandemi COVID-19
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021