Majelis Nasional Formati menyatakan hal itu melalui pernyataan tertulisnya di Jakarta, Senin, yang ditandatangani Koordinator Majelis Nasional Forhati, Hanifah Husein, serta Sekretaris Majelis Nasional Forhati, Jumrana Salikki. "Secara sosiologis, ada muatan yang sarat dengan feminisme dan liberalisme ini, sehingga RUU PKS ini memungkinkan munculnya celah legalisasi tindakan LGBT, serta pergaulan bebas," kata Husein.
Majelis Nasional Forhati juga menilai, secara filosofis RUU PKS ini bertentangan dengan nilai-nilai agama yang mereka katakan, dianut bangsa Indonesia.
Menurut Husein dan Malikki, kedua faktor yang dinilai tidak sesuai dengan norma bangsa Indonesia itu merupakan hasil kajian Majelis Nasional Formati.
Majelis Nasional Formati juga mengusulkan agar RUU PKS diganti menjadi RUU tentang Penghapusan Kejahatan Seksual (RUU PJS), karena kata "kejahatan" memiliki makna lebih luas dan Komprehensif
Majelis Nasional Formati juga meminta pemerintah dan DPR untuk membuat RUU PJS secara komprehensif, untuk perlindungan terhadap perempuan dengan menerima masukan dan usulan dari aspirasi seluruh elemen masyarakat.
Pada kesempatan tersebut, Forhati juga mengajak elemen masyarakat, lembaga adat, lembaga agama, organisasi massa, organisasi pelajar, mahasiswa, dan pemuda, untuk terus mengawal dan mendukung upaya-upaya mengantisipasi penyakit sosial, terutama perihal kejahatan seksual, penyimpangan seksual, pergaulan bebas, narkotika dan kerusakan moral lain.
Juga baca: Dua terdakwa pedofilia divonis bervariasi
Juga baca: RUU Penghapusan Kekerasan Seksual disebut penting untuk lindungi perempuan
Juga baca: PKS usulkan nama RUU Penghapusan Kekerasan Seksual diubah
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019