Jakarta (ANTARA) - Masalah pencernaan seperti dispepsia, yang menyebabkan rasa tidak nyaman pada perut, dapat terjadi ketika orang tidak mengatur pola makan saat mulai melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadhan menurut dr. Nur Aini Hanifiah, Sp.PD.

"Masalah puasa Ramadhan itu terutama pada saat 10 hari pertama, itu meningkat drastis di masalah pencernaan, gejala-gejalanya, dan yang paling sering itu memang gejala dispepsia," kata dokter lulusan Universitas Indonesia itu dalam webinar yang diikuti dari Jakarta pada Senin. 

 

"Kembung, mual, dan nyeri ulu hati itu masalah yang paling sering ditemukan pada saat kita praktik di klinik, terutama pada saat 10 hari pertama Ramadhan," ia menambahkan.

Menurut dia, gangguan pencernaan semacam itu dapat terjadi karena penerapan pola makan yang kurang baik, seperti langsung makan banyak saat berbuka puasa setelah menahan lapar seharian.

"Padahal sebenarnya kan pencernaan selama sekitar 12 sampai 14 jam kita berpuasa itu sedang beristirahat. Pada saat berbuka sebenarnya tidak disarankan untuk langsung makan banyak atau makan yang berlebihan," katanya. 

Menurut dia, gejala masalah pencernaan yang muncul pada awal puasa bisa berkurang setelah tubuh beradaptasi.

"Karena sudah terbiasa berpuasa setelah 10 hari kedua, jadinya tubuh dan masyarakat sudah bisa menahan hawa nafsu, tidak bergejolak lagi untuk makan banyak, sehingga gejalanya mulai berkurang," ia menjelaskan.

Baca juga: Rekomendasi menu sehat untuk berbuka puasa

Dokter Nur Aini menekankan pentingnya penerapan pola makan yang sehat untuk meminimalkan kemungkinan munculnya masalah pencernaan selama bulan puasa dan libur Lebaran.

Oleh karena itu, dia menyarankan penerapan pembatasan konsumsi makanan berlemak serta makanan dan minuman dengan kandungan gula tinggi yang berpeluang menyebabkan masalah pencernaan selama Ramadhan dan libur Hari Raya Idul Fitri.

"Sebenarnya dianjurkan bagi orang sehat pun, yang tidak punya kolesterol tinggi, seperti minyak itu sebenarnya sehari tuh hanya boleh dua sendok makan," katanya.

"Usahakan makanan gorengan dan (makanan) berminyak, makanan yang mengandung lemak tinggi, itu dibatasi," ia menambahkan.

Menurut dia, konsumsi makanan dan minuman dengan kandungan gula tambahan tinggi juga perlu dibatasi untuk menghindari masalah pencernaan.

"Karena gula itu juga dibatasi, per harinya cuma boleh sekitar dua sendok makan juga," katanya.

Ia juga mengemukakan perlunya mengendalikan diri agar tidak makan terlalu banyak selama pelaksanaan acara dan kegiatan pada bulan Ramadhan dan libur Lebaran.

"Kita harus tahu kapasitas diri kita sendiri. Paling penting makan tuh tetap harus sesuai jam makannya, pagi, siang, malam, dan sesuai dengan porsi yang sudah ditentukan. Itu tergantung berat badan masing-masing," ia menjelaskan.

Baca juga: Waspadai sindrom Yo-yo akibat diet tidak sehat

Dokter Nur Aini menyampaikan pentingnya mengonsumsi makanan sehat dengan kandungan gizi seimbang serta memenuhi kebutuhan cairan tubuh selama bulan Ramadhan dan libur Lebaran.

"Terutama pada saat puasa, hidrasi atau minum air putih itu harus terjaga. Disarankan, misalnya dua gelas saat buka puasa, empat gelas saat malam, dan dua gelas saat sahur," katanya.

Di samping menyarankan penerapan pola makan sehat, ia merekomendasikan pelaksanaan aktivitas fisik minimal 30 menit sehari agar tubuh tetap bugar selama menunaikan ibadah puasa dan semasa Lebaran.

Karena kurang tidur juga bisa berdampak buruk bagi kesehatan, ia mengatakan, sebaiknya menghindari begadang dan mengupayakan bisa tidur malam selama tujuh sampai delapan jam sehari.

"Jadi ini bisa meningkatkan lemak, meningkatkan glukosa, itulah yang mengapa hal-hal tersebut bila terganggu faktor-faktor risiko ini yang menyebabkan pada saat puasa selama ini dan saat Lebaran, itu banyak terjadi peningkatan penyakit metabolik dan penyakit saluran cerna," ia menjelaskan.

Baca juga: Kiat mengurangi gula tambahan dalam diet

Baca juga: Pasien pascastroke disarankan terapkan pola makan DASH

Pewarta: Sri Dewi Larasati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2025