Bank Indonesia juga melakukan pembelian SBN dari pasar sekunder untuk memperkuat operasi moneter yang mencerminkan sinergi erat antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal pemerintah
Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) menyampaikan bahwa strategi dan instrumen operasi moneter pro-market terus diperkuat untuk mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah serta pencapaian sasaran inflasi.
“Sebagai upaya pendalaman pasar uang dan pasar valas, serta mendorong aliran masuk modal asing ke pasar keuangan dalam negeri, instrumen moneter pro-market SRBI, SVBI, dan SUVBI terus dioptimalkan,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Maret 2025 di Jakarta, Rabu.
Hingga 17 Maret 2025, posisi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) masing-masing tercatat sebesar Rp892,36 triliun, 2,30 miliar dolar Amerika Serikat (AS), dan 320 juta dolar AS.
Kepemilikan nonresiden dalam SRBI per tanggal 17 Maret 2025 mencapai Rp232,41 triliun atau sebesar 26,05 persen dari total outstanding.
Perry menyebutkan, implementasi dealer utama (primary dealer) sejak Mei 2024 juga makin meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar, sehingga memperkuat efektivitas instrumen moneter dalam stabilisasi nilai tukar rupiah dan pengendalian inflasi.
“Bank Indonesia juga melakukan pembelian SBN dari pasar sekunder untuk memperkuat operasi moneter yang mencerminkan sinergi erat antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal pemerintah,” imbuh dia.
Selama tahun 2025 (hingga 18 Maret 2025), Bank Indonesia telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp70,74 triliun, yaitu melalui pasar sekunder sebesar Rp47,31 triliun dan pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk syariah, sebesar Rp23,43 triliun.
“Ke depan, berbagai inovasi instrumen yang telah diterbitkan akan dioptimalkan guna terus memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia dan meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter,” kata Perry.
Menurut Bank Indonesia, transmisi kebijakan moneter berjalan baik, terutama ke pasar uang.
Sejalan dengan penurunan BI-Rate pada Januari 2025 dan operasi moneter yang ditempuh Bank Indonesia, penurunan suku bunga pasar uang (INDONIA) berlanjut sehingga menjadi 5,79 persen pada 18 Maret 2025 dari semula sebesar 6,03 persen pada awal Januari 2025.
Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan tanggal 14 Maret 2025 juga menurun, namun tetap tercatat menarik untuk mendukung aliran masuk modal asing, yakni masing-masing dari 7,16 persen; 7,20 persen; dan 7,27 persen pada awal Januari 2025 menjadi 6,32 persen; 6,37 persen; dan 6,40 persen.
“Imbal hasil SBN tenor 2 tahun per 18 Maret 2025 juga tetap menarik meskipun menurun, dari 6,96 persen menjadi 6,51 persen. Sementara imbal hasil SBN tenor 10 tahun meningkat dari 6,98 persen menjadi 7,00 persen,” kata Perry.
Sementara itu, suku bunga perbankan tetap rendah ditopang oleh likuiditas perbankan yang memadai sejalan dengan implementasi penguatan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dan publikasi transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK).
Kondisi tersebut, ujar Perry, pada gilirannya mampu meningkatkan efisiensi pembentukan suku bunga perbankan yang makin baik sehingga mendukung penyaluran kredit perbankan.
Suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit pada Februari 2025 tercatat masing-masing sebesar 4,79 persen dan 9,21 persen. Angka ini relatif stabil dibandingkan dengan level pada bulan sebelumnya.
Baca juga: BI komitmen perkuat efektivitas kebijakan moneter guna jaga inflasi
Baca juga: Ekonomi Indonesia membangun “bright spot in the dark”
Baca juga: Anggito terima kunjungan wakil IMF untuk Indonesia dan Filipina
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2025