Awalnya, nama kawasan ini adalah Sunda Kelapa, yang lebih tepat disebut kawasan daripada kotaJakarta (ANTARA) - Kawasan Kota Tua Jakarta selalu menyimpan pesona sejarah yang menarik untuk diulas.
Kegiatan Free Walking Tour yang digelar UPK Kota Tua mungkin bisa jadi pilihan untuk berkeliling dan mendalami sejarah kawasan Kota Tua.
Pada bulan Ramadhan tahun ini, kegiatan Free Walking Tour digelar mulai 14-28 Maret 2025. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan sejarah dan budaya Kota Tua Jakarta kepada wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
Ada tiga rute utama tur, yaitu Oud Batavia en Omstreken yang mengajak peserta untuk mengenal sejarah bangunan-bangunan di Kota Tua, Explore Arabian Village of Pekojan yang menggali budaya dan kuliner Arab di kawasan Pekojan, Jakarta Barat, serta The Secret of Chinatown yang lebih fokus pada kuliner dan tempat-tempat religi di kawasan tersebut.
Setiap sesi berlangsung sekitar satu hingga dua jam, dengan satu sesi per hari selama bulan Ramadhan.
ANTARA berkesempatan untuk menjajal tur jalan kaki gratis ini pada Jumat (14/3) lalu dengan tema Oud Batavia en Omstreken yang fokus pada kawasan Kota Tua.
Arief (31), pemandu tur, memulai perjalanan dengan menjelaskan asal-usul nama Kota Tua.
"Awalnya, nama kawasan ini adalah Sunda Kelapa, yang lebih tepat disebut kawasan daripada kota," ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa nama Sunda Kelapa berasal dari banyaknya orang Sunda yang tinggal di kawasan tersebut, serta keberadaan pohon kelapa di daerah pelabuhan.

Kota Batavia, yang merupakan pusat perdagangan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), menjadi pusat ekonomi dan pemerintahan yang berkembang pesat.
Lebih lanjut, Arief juga menjelaskan tentang asal-usul Jakarta, yang mulai berkembang dengan pendirian VOC pada tahun 1602, dan bertahan hingga VOC mengalami kebangkrutan pada tahun 1799.
"VOC bukan hanya pusat dagang, tapi juga pusat pemerintahan yang membangun kota ini," kata Arief, seraya mengungkapkan bahwa Batavia memiliki tembok kota yang membatasi wilayah pusat kota dari daerah sekitarnya.
Baca juga: Gerakan Wisata Bersih di Kota Tua Jakarta libatkan 1.300 personil
Baca juga: DKI Jakarta siapkan kawasan Pancoran terintegrasi dengan Kota Tua
Tur dilanjutkan dengan penjelasan mengenai berbagai bangunan bersejarah yang ada di kawasan Kota Tua, yakni Museum Keramik dan Seni Rupa.
Kedua bangunan ini awalnya berfungsi sebagai kantor pengadilan, yang dikenal dengan nama Raad Van Justisie.
"Bangunan ini dibangun pada abad ke-18 dan kemudian beralih fungsi seiring dengan perubahan pemerintahan," tambah Arief.
Pada masa penjajahan Jepang, bangunan tersebut digunakan sebagai kantor logistik, sebelum akhirnya menjadi museum hingga saat ini.
Kegiatan tur pun berlanjut ke Gedung Kantor Pos, yang meskipun bukan kantor pos pertama di Batavia, memiliki sejarah yang sangat menarik.
"Kantor pos pertama ada di dekat pelabuhan, namun kantor pos besar yang kita lihat sekarang dibangun pada abad ke-19," ujar Arief.
Dari tempat ini, terungkap sistem pengiriman surat yang mengukur tarif berdasarkan jarak, dari Jakarta menuju berbagai daerah sekitar.
Tur terus berlanjut ke beberapa tempat menarik lainnya, termasuk Museum Sejarah Jakarta, yang merupakan balai kota pertama Batavia yang dibangun pada tahun 1627, serta tempat eksekusi yang terletak di depan kantor pemerintahan VOC.
"Panggung ini digunakan untuk eksekusi hukuman mati yang sering disaksikan banyak orang, bahkan di abad ke-19," ungkap Arief.
Peserta tur juga diajak mengunjungi dan mendengar legenda Meriam Si Jagur yang berasal dari Portugis, serta Monumen Trem yang menjadi simbol sejarah transportasi di Indonesia.
Rute tur kemudian bergerak ke arah Kali Besar, yang pada masa lalu merupakan jalan utama dan sentral bisnis di masa pemerintahan Belanda.
"Jadi di sini dikenal dengan namanya Central Bussiness District. Makanya banyak bank-bank luar negeri yang berdiri di sini," jelasnya.
Sambil memandangi bangunan putih dan Toko Merah di antaranya, Arief bercerita panjang tentang asal usul penamaannya dengan peristiwa Geger Pecinan 1740.
Tidak hanya lanskap bangunan, di atas Kali Besar terdapat Jembatan Budaya dan Monumen Penurunan Air Tanah yang mengungkapkan betapa cepatnya penurunan permukaan tanah di Jakarta.
Mendekati akhir tur, peserta dibawa mengenal kawasan Bank Indonesia yang merupakan bekas rumah sakit dan kemudian menjadi kantor perbankan.
Perjalanan pun ditutup dengan singgah di kawasan seberang Stasiun Jakarta Kota, yang dulunya dikenal sebagai Stasiun BEOS (Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij).
Konon, nama Beos diambil dari nama perusahaan Belanda yang mengelola stasiun tersebut di masa lalu. Adapun saat ini, Stasiun Jakarta Kota atau Stasiun Beos hanya melayani KRL Commuter Line Jabodetabek dengan 12 jalur kereta.
Di akhir tur, Arief menjelaskan Free Walking Tour sendiri diharapkan memberikan pengalaman berharga bagi para peserta tur untuk menggali sejarah Jakarta yang kaya akan budaya dan peristiwa penting.
Ia juga menambahkan, meski banyak wisatawan asing yang datang pada musim liburan, wisatawan domestik pun tak sedikit yang tertarik untuk mengikuti tur ini, terutama untuk mengenal lebih dalam tentang sejarah Jakarta.
Peserta dapat menikmati tur yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik. Tidak hanya mengenal bangunan-bangunan bersejarah, tetapi juga memahami bagaimana Kota Tua berperan penting dalam perkembangan Jakarta dan Indonesia.
Baca juga: Wisata sejarah dan kuliner di House of Tugu
Baca juga: Peragaan busana bertema budaya keturunan Tionghoa digelar di Kota Tua
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025