Jakarta (ANTARA) - Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan upaya untuk mempersatukan bangsa melalui pemberitaan yang baik dan bertanggungjawab merupakan sumber amal jariyah bagi wartawan.

"Amal jariyahnya media itu adalah menciptakan ketenangan, kedamaian, balancing, karena kalau kita juga terlalu diam, kaku, gak ada dinamikanya, Indonesia gak maju, gak berkembang," kata Nasaruddin
dalam acara peluncuran FP Charity oleh Forum Pimpin Redaksi (Pemred) dan PT Bank Syariah Indonesia (BSI), di Jakarta, Jumat.

Peluncuran tersebut merupakan acara silaturahim sekaligus untuk penyerahan bantuan sosial sebesar Rp200 juta melalui FP Charity yang akan disalurkan kepada jurnalis yang membutuhkan.

Adapun amal jariyah adalah budi baik yang pahalanya tidak terputus meski yang melakukan sudah meninggal. Dia menjelaskan, wartawan adalah profesi yang dimuliakan dalam Al Quran, oleh karena itu wartawan perlu memberitakan berita secara bertanggung jawab yang dapat menyatukan publik.

"Saya kira gak ada profesi yang mendapatkan nama surah dalam Al Quran kecuali yang berkaitan dengan media ini, surah kewartawanan, An Naba. Dan kalau kita lihat juga di dalam Al Quran betapa pentingnya peranan media itu," kata Nasaruddin.

Dia menjelaskan, Al Quran juga menggarisbawahi pentingnya bersikap kritis terhadap sebuah berita, terutama dari media atau orang yang tidak bertanggung jawab. Setelah mendapatkan berita semacam itu, katanya, perlu melakukan klarifikasi.

Dia pun memberi contoh dari kisah Nabi Muhammad SAW yang melakukan klarifikasi terhadap kabar tentang dua orang konglomerat Yahudi yang hendak membangun sinagoge dekat Masjid Quba, Madinah.

Para sahabat Nabi, katanya, tidak senang, namun Nabi melalukan klarifikasi, kemudian mengetahui bahwa orang Yahudi tersebut memiliki tanah tempat sinagoge itu dibangun, dan pembangunan sinagoge adalah upaya mencontoh kesuksesan Nabi Muhammad SAW mendapatkan pengikut melalui masjid sebagai pusat pemberdayaan umat Islam.

Baca juga: Universalitas ajaran Buddhis jadi sendi kearifan lokal dan dunia


Kemudian, kata Nasaruddin, pada waktu Zuhur, dua orang Yahudi tersebut mendengar potongan kalimat azan yang memanggil publik untuk menjemput keberuntungan. Ketika keduanya bertanya kepada Nabi, katanya, Nabi menjelaskan bahwa di masjid, berbagai informasi tentang perdagangan domestik dan internasional dibagikan, sehingga orang yang tidak ke masjid melewatkan informasi berharga yang dapat membuka peluang keberuntungan tersebut.

"Jadi orang yang tidak pergi ke masjid itu ketinggalan informasi kan gak ada handphone, ga ada TV pada waktu itu. Rugi orang kalau tidak pergi ke masjid," kata Nasaruddin.

Setelah penjelasan dari Nabi Muhammad, katanya, kedua orang Yahudi tersebut menghentikan pembangunan sinagogenya, karena tujuan pembangunannya sama dengan tujuan keberadaan masjid, yakni meraih keberuntungan. Akhirnya orang Yahudi tersebut pun setuju untuk memperluas masjid saja, ujarnya, dan akhirnya menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW..

Jika Nabi Muhammad SAW tidak menyikapi berita tersebut secara kritis, ujarnya, maka hasilnya bisa sangat berbeda. Oleh karena itu, seperti kisah tersebut, katanya, peran media penting dalam menciptakan Indonesia yang stabil.


Baca juga: Menag kenalkan Asta Protas berisi program yang berdampak bagi umat

Baca juga: Menag serukan peningkatan pemberdayaan perempuan untuk bangun bangsa

Baca juga: Istiqlal siapkan 4.000 porsi makanan berbuka puasa selama Ramadhan

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025