Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agama (Kemenag) RI mengulas peran dan tantangan penghulu di era modern dalam Festival Islam Kepulauan di Universitas Leiden, yang digelar oleh Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI-NU) Belanda.

"Penghulu memiliki tanggung jawab yang besar di era modern ini. Mereka terus proaktif dalam mengatasi isu-isu sosial seperti perkawinan usia dini dan penurunan angka stunting, sebagai upaya meningkatkan kualitas keluarga di Indonesia," kata Kasubdit Bina Paham Keagamaan Islam dan Penanganan Konflik, Kemenag RI Dedi Slamet Riyadi dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

Dedi yang merupakan penerjemah buku "Caught Between Three Fires: Javanese Penghulu under The Dutch Colonial Administration 1882-1942" ke dalam Bahasa Indonesia itu menilai penghulu saat ini juga menghadapi tantangan yang lebih besar dan pelik dibandingkan masa kolonial.

Untuk itu, ia berharap para penghulu dapat terus meningkatkan kapasitas dan kompetensinya.

"Jika dahulu penghulu dibatasi kewenangannya oleh pemerintah kolonial dan tidak diberikan gaji serta keahlian yang memadai, kini mereka dituntut untuk tidak hanya menguasai keahlian kepenghuluan, tetapi juga harus proaktif dalam upaya pemberdayaan sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat," ujarnya.


Baca juga: LPTQ Kemenag dorong berbagai pihak apresiasi para penghafal Al-Qur'an

Terkait hal tersebut, Guru Besar Kajian Islam Asia Tenggara, Universitas Leiden Nico Kaptein mengatakan para penghulu memegang peranan penting dalam sejarah kerajaan-kerajaan Islam.

"Pada masa kerajaan-kerajaan Islam, penghulu memiliki peran dan kedudukan penting. Mereka tidak hanya bertanggung jawab atas urusan perkawinan umat Islam. Lebih jauh, mereka bertindak sebagai qadhi atau hakim yang menangani perkara perdata dan pidana berdasarkan hukum Islam," katanya.

Meski demikian, Nico mengungkapkan kewenangan dan tanggung jawab penghulu dibatasi secara bertahap pada masa kolonial Belanda.

"Pada masa kolonial, kewenangan penghulu dibatasi oleh Belanda. Dibentuknya Pristerraad atau Raad agama pada 1882 merupakan salah satu upaya penyesuaian dengan birokrasi kolonial," ungkapnya.

Untuk diketahui, Festival Islam Kepulauan berlangsung pada 1 hingga 20 Mei 2024 di beberapa kota di Belanda, tidak hanya mengulas peran penghulu, tetapi juga merayakan puisi Sufi Jawa, khususnya suluk, yang menggambarkan perjalanan mistis para sufi.

Karya-karya tersebut banyak tersimpan di Belanda pascakolonial, sekaligus menjadi daya tarik tersendiri dalam festival untuk meningkatkan pemahaman kebudayaan dan sejarah Islam Nusantara.

Baca juga: Kemenag siapkan 25 tema khotbah Jumat untuk Juli hingga Desember 2024

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024