Suminta, yang biasanya bekerja secara lepas, menjadi pedagang musiman kulit ketupat pada Lebaran tahun ini. Bersama sekitar 30 orang lainnya, dia menjajakan kulit ketupat di sepanjang jalan dekat Pasar Palmerah, Jakarta Barat.
Saat ditemui ANTARA, Senin (8/4), Suminta mengaku memilih menginap di pinggir jalan dekat Pasar Pisang supaya bisa berjualan seharian hingga malam takbiran tiba. Lelaki asal Serang, Banten, itu belajar membuat kulit ketupat dari orang-orang di desanya.
Rajut-merajut kulit ketupat dilihat dari orang tua yang ada di sana, kata Suminta.
Baca juga: Kualitas daun jadi alasan pembeli padati sentra ketupat Palmerah
Para pedagang di sentra janur dan kulit ketupat Palmerah mematok harga kulit ketupat mulai dari Rp7.000 sampai Rp10.000 per 10 buah. Sementara janur, yang berisi 30-40 helai per ikat, bisa dibeli mulai Rp5.000-Rp10.000.
Janur dan kulit ketupat dibuat dari daun kelapa muda atau kelapa hijau yang dipasok dari Banten.
Berapa banyak kulit ketupat yang dijual pedagang bergantung kepada seberapa besar modal yang dimiliki. Suminta dengan modal Rp3.000.000 bisa mengangkut sekitar 5.000-10.000 helai daun untuk dijual kembali.
Jika Suminta belajar dari orang-orang di kampungnya, Aceng, pedagang kulit ketupat lainnya di Palmerah, mengaku banyak belajar dari orang asal Bali. Berkat membuat kulit ketupat dan dekorasi janur, Aceng, yang memulai usahanya pada 2016, setidaknya meraup penghasilan Rp500.000 per hari.
Kulit ketupat tidak hanya dicari pada musim Lebaran. Pada hari biasa, kulit ketupat juga dicari terutama oleh penjual sayur keliling, penjual ketoprak, penjual lontong sayur, penyedia jasa katering makanan sampai orang-orang yang akan menggelar hajatan, kata Ahmad, salah seorang pedagang kulit ketupat di Palmerah.
Mereka seringkali memborong kulit ketupat, bahkan hingga ratusan, supaya tidak perlu pergi ke pasar setiap hari.
Baca juga: Pedagang musiman kulit ketupat padati area sekitar Pasar Palmerah
Ahmad bercerita keadaan Lebaran saat ini jauh lebih baik dibandingkan ketika pandemi COVID-19 beberapa tahun lalu. Saat itu, hanya sedikit pedagang yang berani merantau ke Jakarta.
Pembatasan aktivitas luar ruangan juga berakibat pada pasokan dagangan. Akibat hanya sedikit barang yang bisa masuk, pedagang terpaksa menaikkan harga janur dan kulit ketupat.
Adanya pembatasan yang diterapkan pemerintah pun mempersulit barang dagangan bisa masuk dalam jumlah besar. Akibatnya, pedagang terpaksa menaikkan harga yang lebih tinggi.
“Pas COVID-19 itu kami terpaksa jual sampai Rp30 ribu per 10 biji kulit ketupatnya. Sementara janurnya bisa Rp300 ribu,” kata Ahmad.
Tahun ini, Suminta, Ahmad dan Aceng berharap betul dari penghasilan mereka sebagai pembuat dan penjual kulit ketupat.
“Saya ada rencana pulang (mudik), ya semoga cukuplah buat Lebaran uangnya. Nanti mau saya buat beli daging, bikin rendang,” ujar Aceng.
Baca juga: Menikmati kuliner Nusantara warisan Bung Karno
Baca juga: Tradisi makanan hingga bazar ramaikan Ramadhan di berbagai negara
Baca juga: Pakar nutrisi larang hangatkan kembali makanan bersantan, ini alasanya
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2024