Madinah (ANTARA) - "Tolong antarkan kami. Kami lupa jalan pulang ke hotel," kata salah seorang calon haji Indonesia, di Madinah, Jumat (26/5).

Rencana awal untuk Shalat Dhuhur ke Masjid Nabawi pun tertunda saat ada calon haji yang menghentikan langkah kami untuk meminta bantuan.

Mereka terlihat panik dan langsung menghampiri, saat petugas Media Center Haji/MCH berhenti untuk mendengarkan apa yang dikeluhkan.

Ada enam orang, dua orang di antaranya, setelah kami tanyakan identitas mereka dari gelang dan kartu yang mereka gantungkan di leher, ternyata tempat penginapannya tidak sama.

Dari kasus tersebut, petugas masih mudah untuk mengidentifikasinya karena mereka bisa diajak komunikasi dan menggunakan bahasa Indonesia.


Gelang Identitas

Kondisinya menjadi berbeda saat petugas haji harus menghadapi calon haji yang menggunakan bahasa daerah, seperti sebelumnya kami membantu sejumlah calon haji dari Kabupaten Aceh Barat.

Kasus ini seperti saat seorang calon haji ditemukan di suatu jalan di Madinah yang hanya mengenakan celana pendek dan tanpa alas kaki, pada Kamis (25/5) sore yang kemudian diantarkan ke Kantor Urusan Haji (KUH) Indonesia yang juga Kantor Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja (Daker) Madinah.

Beruntungnya, yang bersangkutan mengenakan gelang identitas jamaah haji yang diketahui bernama Subkan Salmin dan diduga menderita demensia.

Ketika ditanya hotel tempat ia menginap, Subkan tidak bisa menjawab. Ia juga membantah saat petugas haji mengatakan ia sedang berada di Madinah. Menurut Subkan, ia di dekat rumahnya, di Grobogan, Jawa Tengah.

Berdasarkan data pada gelang identitasnya, Subkan merupakan bagian dari rombongan jemaah haji Kloter 1 Solo-Yogyakarta (SOC-1). Kloter tersebut menginap di Hotel Abraj Tabah, sekitar 200 meter dari Masjid Nabawi.

Petugas haji memberikan Subkan minum dan makanan. Kemudian, ia juga dipakaikan kemeja dan alas kaki.

Kepala Seksi Perlindungan Jemaah Adi Wicaksono, saat itu, mengantarkan Aubkan ke Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) supaya diberi perawatan dulu sebelum dikembalikan ke hotel.

Berdasarkan gelang identitas juga, petugas haji bisa mengantarkan Mazkur bin Main kembali ke hotelnya ketika ia lupa arah pulang. Mazkur belum sempat mengamati wilayah sekitar hotelnya waktu pergi ke Masjid Nabawi.

Mazkur ditemukan petugas tengah kebingungan mencari jalan pulang. Berkat informasi yang tertera di gelangnya, petugas dapat lebih mudah mengidentifikasi tempat ia menginap.

Ketua PPIH Subhan Cholid yang kebetulan merupakan petugas yang menemukan Mazkur meminta para jamaah selalu mengenakan gelang identitas yang terbuat dari bahan logam tersebut.

"Ini mohon selalu terpasang di tangan jamaah sekalian dan jangan dilepaskan, apalagi ditukar kepada jamaah yang lain," kata Subhan.

Selain gelang, jamaah juga dibekali identitas lain, seperti ID card dan salinan paspor, namun gelang paling aman dari air dan api. 
 
Darwita (kanan) dan Anita AB (kiri), dua calon haji Indonesia dari Aceh menunjukkan gelang identitasnya di sela menunggu waktu Shalat Asar di Masjid Nabawi, Madinah, Jumat (26/5). ANTARA/Nur Istibsaroh
 Subhan meminta jamaah selalu mengenakan gelang itu demi keamanan dan kenyamanan jamaah. Selain itu, akan memudahkan para petugas bila jamaah yang bersangkutan memerlukan pertolongan.

Pada gelang identitas berbahan logam dan berwarna silver tersebut, di antaranya terdapat informasi berupa nama lengkap jamaah, nomor paspor, terdapat gambar bendera merah putih (bendera Indonesia), nomor kloter, kemudian tulisan huruf balok seperti JKT yang berarti asal Embarkasi Jakarta.

Gelang indentitas pun menjadi prioritas bagi petugas di saat berhdapan dengan kondisi terbatas. Tidak hanya terbatas waktu, tetapi juga terbatasnya tenaga, karena banyaknya calon haji lainnya yang juga memerlukan bantuan.

Apalagi dari jumlah jamaah calon haji tahun ini mencapai sekitar 30 persen dari total jumlah jamaah yang diberangkatkan tergolong lanjut usia atau lansia.

Kepala Sektor Khusus Nabawi Jasaruddin mengatakan telah melakukan langkah-langkah preventif dan aktif dalam menghadapi potensi jamaah haji asal Indonesia yang tersesat seusai melaksanakan shalat di Masjid Nabawi, karena banyaknya pintu.

Langkah preventif dilakukan dalam bentuk edukasi kepada jamaah untuk mengingat nama dan ciri hotel tempat mereka tinggal dan nomer pintu tempat mereka masuk masjid. Jamaah juga diharapkan melihat ciri-ciri khusus tempat ke luar masuk hotel atau masjid Nabawi.

Sementara langkah reaktif adalah melakukan "sweeping" berkala jika ada jemaah yang membutuhkan bantuan.

Setelah itu dilakukan identifikasi jamaah melalui gelang yang dipakai dari Kementerian Agama. Setelah itu dilihat di aplikasi pintar atau buku pintar yang dimiliki petugas.

Langkah lain adalah koordinasi dengan ketua kloter, ketua rombongan ataupun diantar langsung kehotelnya ataupun kantor sektor.

Jasar menambahkan keluarga tidak perlu khawatir jika ada kabar terkait jamaah yang tersesat jika ada jamaah yang tersesat di luar sekitaran Masjid Nabawi.

Petugas juga menyiagakan mobil untuk membawa jamaah yang tersesat dan butuh penanganan.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023