pendapat yang sangat banyak itu memperkuat kesimpulan bahwa waktu Lailatulqadar itu dirahasiakan AllahJakarta (ANTARA) - Nuzulul Quran atau peringatan turunnya Al Quran, di Indonesia, biasanya diperingati pada 17 Ramadhan. Sudah menjadi tradisi peringatan Nuzulul Quran diisi beragam kegiatan, bahkan festival dan pentas seni yang berbau Islami.
Dahulu, tahun 1970-an anak-anak membakar lilin di halaman rumah, dijejerkan sehingga halaman penuh lilin dengan ragam berbeda dan saling membanggakan hasil kreasinya dengan anak tetangga, lalu bermain kembang api dan memutarnya sambil berlari berkeliling.
Sebagian lain bermain petasan, dari yang kecil hingga yang besar dengan suara yang memekakkan. Bagi anak remaja, bermain meriam bambu merupakan hal yang mengasyikkan.
Kaleng susu, dikerat tutup atas dan bawah, lalu disusun 2-3, lalu dipendam dalam tanah, atasnya dibolongi untuk penyulut api, di pangkal di isi karbit di atas wadah berisi air, lalu kedua ujungnya ditutup kain, kemudian disulut, gelegar pun terdengar.
Di malam-malam itu suara petasan dan meriam bambu bersahut-sahutan. Terlebih di daerah, ada tradisi perang meriam, di mana kampung seberang sungai membuat meriam raksasa dari bambu, bahkan dari tong lalu menyulutnya, mengeluarkan suara seperti ledakan bom, kemudian disahuti oleh kampung lainnya.
Petasan, meriam bambu, kembang api, makin ke mari diimbau agar ditiadakan karena dinilai tidak sesuai dengan semangat Nuzulul Quran, mengganggu kekhusyukan beribadah, ketenteraman sosial, juga sering terjadi kecelakaan.
Unit gawat darurat di rumah sakit setempat acap menerima pasien yang luka bakar karena bermain petasan atau meriam bambu.
Pemerintah mengimbau agar tidak bermain petasan dan kembang api serta merazia produsen dan penjual petasan atau mercon.
Baca juga: Ketua MUI: Al Quran memberi pembelajaran kepada umat manusia
Tiga tahun ini, suasana Ramadhan terasa lebih adem. Pandemi membuat aktivitas membakar lilin, kembang api, petasan, mercon, meriam bambu berkurang jauh. Kebijakan menjaga jarak membuat malam-malam Ramadhan terasa lebih khusyuk karena minim suara petasan kala Shalat Tarawih hingga larut malam.
Peringatan malam Nuzulul Quran di masjid-masjid juga bisa diikuti jamaah sepenuhnya.
Nuzulul di Istana
Penelusuran pada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) secara daring terekam Presiden Soekarno menghadiri dan memberi sambutan peringatan Nuzulul Quran di Istana Merdeka Jakarta pada 3 Juli 1950, di mana Indonesia masih berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
Nuzulul Quran, yakni turunnya wahyu pertama dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril di Gua Hira di kaki Jabal Nur, dekat Mekkah, menurut penulis Sirah Nabawi, terjadi pada 610 Masehi.
Pada saat itu Jibril mengajarkan lima ayat pertama Surah Al Alaq, yang ayat pertamanya diawali dengan iqra, bacalah, dan Nabi mengatakan dirinya tidak bisa membaca.
Jibril, menurut hadis dari Aisyah RA, memeluk Nabi SAW hingga sesak lalu melepasnya dan mengulang permintaan pertama, iqra. Jawaban Nabi SAW tetap sama. Hal itu berulang hingga tiga kali, lalu Jibril melengkapi hingga ayat kelima, dan Nabi SAW pun mengucapkan ulang perkataan Jibril.
Sejumlah pendapat mengatakan peristiwa itu terjadi pada 17 Ramadhan. Namun, menurut Mubarakpuri (Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, red.) yang dikutip dari Wikipedia, peristiwa itu terjadi pada 21 Ramadhan sebelum Matahari terbit (10 Agustus 610), kala itu Nabi Muhammad SAW berusia 40 tahun, enam bulan, dan 12 hari berdasarkan tahun Hijriah, atau 39 tahun, tiga bulan, dan 22 hari pada kalender Masehi.
Berdasarkan pendapat lain, turunnya Al Quran berkaitan dengan malam Lailatulqadar. Para ulama berpendapat, dinamakan Lailatulqadar karena pada malam itu malaikat diperintahkan untuk menuliskan takdir-takdir, rejeki, dan ajal yang ada pada tahun itu.
Baca juga: Guru Besar: Al Quran menjadi pengantar pembangunan peradaban manusia
Allah berfirman dalam Al Quran Surah Ad-Dhukhaan ayat 4, "Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah".
Ada juga yang mengatakan bahwa dinamakan Lailatulqadar karena kadar atau derajat malam itu yang sangat mulia dan agung, yakni malam yang lebih mulia daripada seribu bulan. Barang siapa beribadah pada malam itu maka dia akan memperoleh kebaikan (pahala) seperti dia beribadah seribu bulan.
Pada malam Lailatul Qadar, Allah SWT menurunkan Al Quran sebagaimana firmannya dalam Surah Al-Qadar 1-5. "Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Tahukah kamu, apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar".
Ibnu 'Abbas Radhiyalaahu 'anhuma (RA), sepupu Nabi SAW yang memiliki ilmu dan pemahaman yang mendalam tentang tafsir dan agama, sebagaimana dikutip dari buku saku Tuntunan Tarawih, Iktikaf Lailatul Qadar & Zakat, mengatakan Allah SWT pada malam itu menurunkan Al Quran secara global (keseluruhan) dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul 'Izzah di langit dunia, kemudian turun secara berangsur-angsur sesuai keperluannya selama 23 tahun kepada Rasulullah SAW.
Kemudian, bila malam Lailatul qadar itu terjadi. Para ulama berbeda pendapat. Sekelompok mengatakan bahwa waktunya berbeda-beda dari tahun ke tahun. Ada juga yang mengatakan bahwa waktunya beredar di seluruh hari-hari Ramadhan. Namun, ada juga yang berpendapat setiap tahun malamnya sudah tertentu dan tidak berubah-ubah.
Sahabat Ubay bin Ka'ab RA mengatakan, "Demi Allah, saya sungguh mengetahui malam yang mana itu. Yakni malam Lailatulqadar yang Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk berdiri shalat padanya, Yakni malam keduapuluh tujuh. Adapun tandanya, Matahari terbit pada esok harinya berwarna putih, tidak ada pancarannya". (HR Muslim).
An Nawawi Rahimullah mengemukakan pendapat yang sangat banyak itu memperkuat kesimpulan bahwa waktu Lailatulqadar itu dirahasiakan Allah. Di antara dalil-dalil tersebut adalah sabda Rasul SAW, "Carilah Lailatulqadar pada 10 hari terakhir (Ramadhan).
Lalu zikir apa yang dibaca jika bertemu dengan malam yang mulia itu. Aisyah RA berkata, "Aku bertanya, wahai Rasulullah SAW, bagaimana pendapatmu jika saya mengetahui malam yang mana Lailatulqadar itu, apa yang harus aku ucapkan? Maka Beliau SAW bersabda, 'Katakanlah, Allahuma innaka 'afuun, tuhibbul'afwa fa'fu'annii (Ya, Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan suka memaafkan, maka maafkanlah aku).
Rasulullah SAW, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Aisyah RA lagi, bersungguh-sungguh (iktikaf) di sepuluh hari terakhir (Ramadhan) melebihi biasanya di hari-hari yang lain dalam beribadah.
Baca juga: Para Pencari Lailatul Qadar di Penghujung Ramadhan
Baca juga: Pesan MUI soal malam Lailatul Qodar
Copyright © ANTARA 2022