berpuasa selama 12 jam, baik untuk tujuan keagamaan atau medisJakarta (ANTARA) - Pemberlakuan kebijakan bagi para calon pemudik mendapatkan suntikan booster atau penguat vaksin COVID-19 ternyata mampu meningkatkan cakupan vaksinasi booster secara konsisten.
Pada level nasional, capaian vaksinasi pada Rabu (5/4) mencapai 9,52 persen target Kementerian Kesehatan, atau naik sekitar 15 kali lipat dalam 3 bulan, ungkap Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito dalam agenda keterangan pers di Graha BNPB dan disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Menurut Prof. Wiku, booster ini sebagai perlindungan diri dan agar mereka tidak membawa virus saat bertemu keluarga di kampung halaman. Kemudian, merujuk pada pernyataan para ahli imunologi, pembentukan antibodi dalam tubuh rata-rata membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah penyuntikan. Oleh karena itu, masyarakat disarankan segera memenuhi vaksinasi lengkap maupun booster setidaknya 2 pekan sebelum menjalankan kegiatan sosial berskala besar seperti mudik.
Pelaksanaan vaksinasi pun tetap berlangsung selama bulan Ramadhan seperti halnya tahun lalu dan ini didasarkan pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 13 tahun 2021 tentang hukum vaksinasi COVID-19 pada saat berpuasa.
Dalam fatwa itu, seperti dikutip dari laman covid19.go.id, disebutkan vaksinasi COVID-19 dengan injeksi intramuscular atau suntikan pada otot tidak membatalkan puasa. MUI mengimbau umat Islam menjalankan puasa Ramadhan dengan memenuhi kaidah keagamaan dan berpartisipasi dalam program vaksinasi COVID-19.
Baca juga: Reisa sarankan vaksinasi selama Ramadhan dilakukan jelang buka puasa
Baca juga: Reisa: Vaksinasi COVID-19 tidak membuat puasa umat Muslim batal
Tetapi, kembali muncul pertanyaan terkait waktu terbaik divaksinasi dan hingga efek vaksin pada tubuh orang berpuasa. Mengenai waktu penyuntikan, edukator kesehatan dr. Muhamad Fajri Adda'i mengatakan, pemberian suntikan vaksin sebenarnya bisa dilakukan saat berpuasa atau malam hari usai berbuka.
Namun, relawan COVID-19 itu kepada ANTARA melalui pesan elektroniknya, Rabu menekankan, hal ini perlu memperhatikan jenis vaksin yang akan didapatkan. Merujuk studi, vaksin berbasis mRNA yakni Pfizer dan Moderna memiliki efek samping atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang cukup tinggi.
Menurut pihak Pfizer, seperti dikutip dari Medical Daily, berdasarkan analisis data dari partisipan uji coba, efek samping yang paling umum booster yakni rasa sakit di tempat suntikan (dialami sekitar 83 persen peserta).
Efek samping lain yang sangat umum pada penerima booster Pfizer yakni kelelahan yang dilaporkan 63,7 persen peserta, sakit kepala sebesar 48,4 persen peserta, nyeri otot dan kedinginan. Sementara itu, efek samping yang paling jarang dilaporkan dalam uji coba termasuk nyeri sendi, diare, muntah, dan demam.
Ketua Kelompok Kerja Alokasi dan Distribusi Vaksin COVID-19 Mayo Clinic Melanie Swift, MD, berpendapat hasil ini sama sekali tidak mengejutkan karena efek samping sebenarnya berfungsi sebagai indikasi reaksi sistem kekebalan terhadap vaksin. Menurut dia, orang dewasa yang lebih tua memiliki sistem kekebalan yang lebih lemah dan kurang kuat, sehingga tubuh mereka cenderung tidak mendapatkan respons kekebalan.
Sementara untuk Moderna, berdasarkan data, dosis ketiga menyebabkan efek samping atau gejala yang serupa pada penerimanya seperti rasa sakit di tempat suntikan sebagai yang paling sering dilaporkan peserta (76 persen).
Gejala paling umum lainnya berupa kelelahan dan nyeri otot masing-masing sebesar 47,4 persen, sakit kepala (42,1 persen) dan nyeri sendi (39,5 persen). Efek samping lain yang dilaporkan peserta juga mencakup menggigil, demam dan mual.
"Kalau Moderna lalu Pfizer, side effect atau KIPI-nya cukup tinggi. Demamnya, tidak enak badan, pegal, meriang. Tetapi memang tidak langsung sekitar 18 jam kemudian," jelas Fajri.
Berkaca dari jenis vaksin, dia lantas menyarankan Anda divaksin pada saat malam hari atau mendekati waktu berbuka puasa. Tetapi bila Anda ingin divaksin saat berpuasa, maka idealnya siapkan tubuh Anda dalam kondisi fit yakni dengan cukup nutrisi, tidur agar vaksin bisa bekerja optimal membantu meningkatkan kadar antibodi.
"Kalau saat berpuasa, idealnya tubuhnya fit, pola hidupnya teratur dulu, tidur cukup untuk membantu meningkatkan kadar antibodi. Jangan baru tidur jam 02.00, jam 04.00 sahur lalu jam 08.00 disuntik, ntar keleyengan," kata Fajri.
Secara umum persiapan sebelum divaksin juga termasuk menghindari stres, banyak berdoa agar tidak panik karena menurut data dari Komnas KIPI sebanyak 2/3 KIPI muncul akibat panik dan stres.
"Kalau tidak fit, ada gejala COVID-19, demam, meriang mendingan jangan, apalagi lansia, ada penyakit gula, pusing, maag kambuh, jangan dulu," pesan Fajri.
Berbicara manfaat vaksin, kepala laboratorium dari Fakeeh University Hospital, Dubai, Dr. Palat Menon mengatakan, orang-orang sebaiknya tidak melewatkan kesempatan divaksinasi karena takut mengalami beberapa efek samping. Menurut dia, respon imun dikatakan dua kali lebih efektif ketika orang berpuasa.
“Ketika orang berpuasa selama 12 jam, baik untuk tujuan keagamaan atau medis, makrofag (sel fagosit dalam sistem imun) dalam sistem kekebalan bekerja lebih cepat, membersihkan semua puing-puing atau sel-sel yang sakit atau mati dan racun juga. Proses ini disebut autophagy dan selama periode ini, sistem kekebalan menjadi sangat sensitif dan efektif," kata dia seperti dikutip dari Gulf News.
Dokter Spesialis Patologi Klinis di Medeor Hospital Laboratory, Dr. Gunjan Mahajan mengatakan, tubuh manusia sangat kuat untuk menghadapi virus yang tidak aktif bahkan ketika kita berpuasa.
Tubuh dalam keadaan istirahat ketika kita berpuasa dan tidak harus berurusan dengan tugas-tugas anabolik, katabolik atau metabolisme dan sistem kekebalan tubuh sangat efektif saat kita berpuasa.
“Dalam sebagian besar kasus, efek samping yang dimanifestasikan vaksin yakni lengan yang sakit, pusing atau sakit kepala," tutur dia.
Mengenai pemilihan waktu vaksinasi, maka dia menyarankan Anda memilih lebih dekat dengan berbuka puasa, terutama bagi mereka yang khawatir pada efek samping.
“Jika memungkinkan, orang yang takut menderita efek samping dapat memilih beberapa jam sebelum berbuka puasa untuk mendapatkan suntikan, melanjutkan istirahat dan kemudian mendapatkan kembali energi ketika mereka mengakhiri puasa hari itu," kata dia.
Mahajan menambahkan, setiap orang berbeda. Beberapa orang mungkin lebih suka mendapatkan vaksinasi di pagi hari segera setelah sahur, sementara yang lain memilih lebih dekat dengan buka puasa.
Tetapi, sekali lagi, secara medis, tidak ada kontraindikasi untuk divaksinasi saat berpuasa.
Baca juga: Dokter jelaskan manfaat vaksinasi COVID-19 saat berpuasa
Baca juga: Amankah divaksin COVID-19 saat berpuasa Ramadhan?
Baca juga: Kemenag minta KUA edukasi umat tentang vaksinasi tak batalkan puasa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022