Jakarta (ANTARA News) - Peningkatan jumlah calon jemaah haji belum berbanding lurus dengan pengumpulan zakat di Badan Amil Zakat Nasional atau Baznas, daerah yang paling banyak calon jemaah hajinya belum tentu angka pengumpulan zakatnya tertinggi.

Faktanya data muzakki dan jemaah haji tidak nyambung. Itu terjadi lantaran belum adanya kesatuan pemahaman di kalangan umat Islam tentang keutamaan berzakat melalui amil.

Setiap tahun jemaah haji Indonesia paling banyak dibanding negara lain, dan begitupun daftar tunggu calon jemaah haji saat ini mencapai dua juta orang. Dari data Siskohat Kementerian Agama, terungkap masa tunggu calon jemaah haji terlama adalah 16 tahun dan masa tunggu terpendek sekitar empat sampai lima tahun.

Menurut Sesditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Cepi Supriatna, masa tunggu jemaah haji kemungkinan akan terus makin lama seiring makin tingginya minat umat Muslim untuk berangkat ibadah haji. Di sisi lain, pengurangan kuota sebesar 20 persen dari kuota dasar 211 ribu jemaah haji Indonsia akan berlangsung terus selama tiga tahun ke depan.

Pada musim haji 1434 H/2013 M, jumlah jamaah haji Indonesia yang berangkat sebanyak 168.800 dengan rincian 155.200 orang untuk haji reguler dan haji khusus 13.600 orang. Ini setelah dilakukan pemotongan kuota sebesar 20 persen dari kebijakan Arab Saudi akibat dampak perluasan kompleks Masjidil Haram di Mekah.

Jumlah yang dipotong sebanyak 42.200 dengan perhitungan berdasarkan basis kuota 211.000 orang. Jumlah potongan itu terdiri atas 38.800 haji reguler, dan 3.400 haji khusus. Selain itu, pada musim haji kali ini, Ditjen PHU menyertakan petugas haji non-kloter sebanyak 800 orang dari berbagai instansi.

Fenomena ini patut mendapatkan apresiasi dan disambut dengan rasa syukur. Seorang muslim yang telah merencanakan untuk menunaikan ibadah haji pasti orang yang mampu secara ekonomi, setidaknya memiliki harta atau penghasilan melebihi nishab zakat. Seorang yang memiliki istitha`ah (kemampuan) untuk menunaikan ibadah haji dipastikan telah wajib menunaikan zakat.

Dan haji sebagai rukun Islam telah ter-"manage" dengan baik "by system", tetapi zakat yang sama-sama rukun Islam, masih belum. Sebagian besar umat Islam Indonesia lebih memilih memberikan zakatnya secara langsung kepada fakir miskin yang dikenalnya atau kepada lembaga-lembaga sosial di luar Baznas atau LAZ.

"Saya membayangkan seandainya dua juta orang calon jemaah haji itu mempercayakan sebagian nilai zakat harta kekayaannya untuk dikelola oleh Baznas di daerahnya, misalnya sebesar Rp5.000.000 saja setiap orang, insya Allah dalam satu tahun diproyeksikan terhimpun zakat minimal Rp10 triliun pada Baznas di seluruh Indonesia," katanya.

Proyeksi dana zakat Rp10 triliun sangat besar manfaatnya untuk mengatasi masalah kemiskinan dan memperkuat dakwah bilhal di tanah air," kata M. Fuad Nasar, Wakil Sekretaris Baznas kepada Antara di Jakarta, Jumat (27/9).

"Proyeksi pengumpulan zakat Rp10 triliun tiap tahun dari dua juta orang calon jemaah haji yang telah terdaftar merupakan perkiraan minimal yang memungkinkan dapat dihimpun dan dikelola. Belum dihitung potensi zakat umat Islam yang sudah menunaikan haji".

Tetapi, kata dia, sayangnya peningkatan calon jemaah haji belum berbanding lurus dengan data pengumpulan zakat di Baznas. Daerah provinsi dan kabupaten-kota yang paling banyak calon jemaah hajinya belum tentu angka pengumpulan zakatnya tertinggi. Sejauh ini data muzakki dan data jemaah haji tidak nyambung".

Kesatuan Pemahaman

Mengapa Baznas di seluruh Indonesia sampai kini belum mencatat penerimaan zakat dalam jumlah setidaknya Rp10 triliun setahun. Penyebabnya antara lain, belum adanya kesatuan pemahaman di kalangan umat Islam tentang keutamaan berzakat melalui amil.

Selain itu, masih banyak warga masyarakat menurut hukum agama telah wajib berzakat, tapi tidak mengetahui jenis harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya dan cara menghitung zakat yang benar. Semangat membentuk lembaga zakat belum dibarengi dengan kesadaran akan pentingnya pelaporan dan pertanggungjawabannya.

Di sejumlah daerah masyarakat belum akrab dengan Baznas, atau Baznas setempat kurang aktif sehingga muzakki tak punya akses untuk membayar zakat melalui lembaga zakat yang dibentuk oleh pemerintah ini.

Regulasi perzakatan yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat sudah bagus karena mengarah pada penguatan sistem pengumpulan dan penyaluran zakat di seluruh tanah air yang terintegrasi dan termonitor oleh pemerintah.

Langkah selanjutnya, adalah membangun mekanisme pengelolaan zakat yang tepat, akuntabel serta mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.

"Jika langkah itu tidak jalan atau terjadi ketidakkonsistenan, maka dari tahun ke tahun kita hanya bicara potensi zakat ratusan triliun, tapi realisasinya ibarat jauh panggang dari api," kata Fuad.

Karena itu, menurut dia, "impossible" pengumpulan zakat akan mencapai triliunan rupiah tanpa intervensi kebijakan dari pemerintah dan pembenahan sistem pengelolaan zakat secara progresif, masif dan berkelanjutan. 

(E001/A011)

Pewarta: Edy Supriatna Sjafei
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013