Mekkah (ANTARA News) - Sesungguhnya iman itu terdiri atas dua bagian, sabar dan syukur. Keduanya merupakan dua sifat dari sifat-sifat Allah Ta`ala dan dua nama dari al-asmaa-ul-husnaa, dimana Dia menamakan Diri-Nya dengan nama ash-Shabuur dan asy-Syakuur.

Makanya kebodohan terhadap hakikat sabar dan syukur, sebenarnya adalah kebodohan daripada sifat-sifat Dia Taala. Sabar itu, dalam sebuah laman Pelita Hati dijelaskan, punya keutamaan.

Allah Ta`ala, sesungguhnya telah mensifatkan orang-orang yang sabar dengan beberapa sifat. Ia menambahkan lebih tinggi derajat dan kebajikan kepada sabar. Ia menjadikan derajat dan kebajikan sebagai hasil (buah) dari sabar. Maka Allah Azza wa Jalla berfirman:

"Dan Kami jadikan diantara mereka itu beberapa pemimpin yang akan memberikan pimpinan dengan perintah Kami, yaitu ketika mereka berhati teguh (sabar)." (QS. As-Sajadah : 24).

"Dan telah sempurnalah perkataan yang baik dari Tuhan engkau untuk Bani Israil, disebabkan keteguhan hati (kesabaran) mereka." (QS Al A?raf : 137).

"Kepada orang-orang itu diberikan pembalasan (pokok) dua kali lipat, disebabkan kesabaran mereka." (QS. Al Qashash : 54)

"Sesungguhnya orang-orang yang sabar itu, akan disempurnakan pahalanya dengan tiada terhitung." (QS Az-Zumar : 10).

Maka tidak ada dari pendekatan diri manusia kepada Allah (ibadah), melainkan pahalanya itu ditentukan dengan kadar dan dapat dihitung, selain sabar.

Sesungguhnya adanya puasa itu sebagian dari sabar dan puasa itu separuh sabar, maka Allah Ta`ala mengaitkan puasa tersebut bagi orang-orang yang bersabar, bahwa Ia bersama mereka.

"Hendaklah kamu bersabar, sesungguhnya Allah itu bersama orang-orang yang sabar." (QS. Al-Anfal : 46).

Sabar dan Haji


Begitu pentingnya kedudukan sabar. Terlebih ketika menunaikan ibadah haji, jamaah diuji keteguhan imannya. Namun ada saja, di lapangan, di tanah suci itu, muncul perilaku tidak simpatik. Berunjuk rasa ke kantor Daerah Kerja (Daker) dengan cara tidak elok.

Menggebrak meja, berteriak dan memaki petugas layaknya dilakukan di tanah air. Bahkan ada yang masih mengenakan ihram. Padahal saat itu mereka tengah berada di tanah haram.

Ritual haji memang atraktif, sarat ujian. Untuk itu, ungkapan kata sabar sering meluncur dari mulut seseorang. Baik untuk kalangan jamaah ketika berselisih paham maupun pertengkaran sesama warga Arab yang diakhiri dengan memegang jenggot lawan bicara.

Ketika masalah mencuat ke permukaan, seperti soal kesenjangan kualitas bangunan pondokan, kelangkaan air, lemahnya manajemen transportasi akibat membludaknya jamaah, para "pesilat lidah" mengomentari sebutan sabar yang digaungkan petugas haji sebagai upaya berlindung dan sebagai upaya menutupi kelemahan yang terjadi.

"Ajaran sabar dinilai -- yang dilontarkan berbagai pihak -- sebagai upaya menutupi kelemahan," kata Menteri Agama Suryadharma Ali tatkala berbicara dengan wartawan di Mekkah, Jumat malam.

Sikap sabar wajib disebarkan. Terlebih dalam pelaksanaan ritual haji. Dapat dibayangkan, apa jadinya bila tidak ada kesabaran dalam mengatur jamaah dalam jumlah ribuan orang di tempat dan waktu yang sama dengan fasilitas tidak memenuhi standar di negeri orang, katanya.

Bukan Keledai


Ia mengaku bersyukur, petugas haji mampu mengendalikan emosi dalam pelaksanaan ibadah ini. Itu terjadi lantaran sikap sabar. Di sisi lain diakui bahwa permasalahan yang melulu muncul dari tahun ke tahun dalam penyelenggaran haji adalah soal pondokan, air, transportasi dan katering.

Untuk membenahi hal yang sama setiap tahun, juga tidak mudah. Jika tidak bisa diatasi kemudian Kementerian Agama (Kemenag) dinilai sebagai keledai, lantaran sering jatuh di tempat yang sama, menurut Suryadharma Ali, tidaklah demikian.

Menag mengajak semua pihak untuk berfikir, bagaimana sulitnya mengatur 221 ribu orang dengan stratifikasi beragam yang harus dimobilisasi dalam waktu yang sudah ditentukan sesuai syariat Islam.

Negeri Adi Daya, seperti Amerika Serikat, belum tentu. Jika tentara yang digerakan mungkin jauh lebih mudah karena ada kesamaan usia prajurit, kesehatan baik dan latihan tempur seragam dan logistik memadai.

Untuk haji, dari usia 18-102 tahun ada. Belum lagi perbedaan latarbelakang budaya, pendidikan, kesehatan dan bahkan kebiasaan makan dan tidur bisa menimbulkan masalah. Termasuk jamaah tidak bisa berbahasa Indonesia, kesehatan rendah (resiko tinggi) dan sebagainya.

Jadi, sabar merupakan modal untuk mengatur agar penyelenggaraan ibadah haji sukses. Tetapi ia sendiri mengakui tetap harus melakukan berbagai perbaikan ke depan tanpa harus sesumbar.

Mobilisasi lebih dari 221 ribu dengan kondisi Makkah yang tidak banyak berubah, membuat masalah itu selalu muncul. Pasokan air ke rumah-rumah di Makkah mengandalkan mobil tangki air.

Jika jamaah sudah padat mobil tangki terhambat. Harga sewa rumah di Makkah dan kualitas tidak ada standar, sehingga ada rumah yang jelek hargannya mahal, rumah yang bagus harganya murah.

"Ada pemilik rumah yang peduli kepada jamaah, ada yang tidak peduli," ujar Suryadharma.

Pemilik yang peduli ada yang memberi makan jamaah gratis tiga kali sehari selama jamaah berada di Makkah. Pemilik yang tidak peduli, diberi laporan air habis pun satu jam kemudian belum pesan air.

Untuk masalah makanan, tahun ini terjadi antrean panjang di Arafah dan Mina, karena tenda makan yang sempit.

"Pernah pakai kotak, tapi prosesnya terlalu lama, dan ada jamaah yang menunda makan, begitu waktu makan siang tiba, yang dimakan makanan jatah pagi yang sudah basi," ujar Menag.

Untuk layanan pemondokan, kata dia, ada peningkatan yang cukup menonjol. Pada tahun ini, pondokan yang berada di ring I sebanyak 63, sisanya 37 berada di ring II.

"Tahun depan saya berharap pondokan jamaah yang berada di ring I meningkat menjadi 80 persen," harapnya.

Memang, kata KH Hasyim Muzadi, sikap sabar harus dikedepankan dalam pelaksanaan ibadah haji. Ia melihat jika bicara manajemen haji maka di dalamnya terkait kompetensi yang harus disertai dengan sikap sabar dan ikhkas.

Pandai saja belumlah cukup dalam mengatur seluruh rangakaian ritual ibadah haji, tetapi harus terkait rasa sabar dan ikhlas, baik bagi para penyelengara maupun seluruh jamaah. Hal ini sangat erat pula jika dikaitkan dengan tingkat kemabruran haji seseorang.

(E001/S019/S026)

Pewarta: Oleh Edy Suporiatna Sjafei
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010